Senin, 07 Maret 2011

ASTERIVIUS PROFILE


posted by: kafast



Kawan, selalu kubayangkan kehidupanku kelak…. Apakah aku akan bertemu kembali bersama orang-orang yang berikut ini kusebut?

Aditya Pratama
Jeng jeng jeng!
Pria berperawakan tinggi besar yang hobi main gitar, sepak bola, renang, sondah, anyang-anyangan, bepe-bepean, ngangkat-ngangkat loker, sampai kalau nggak ada kerjaan : nyolokin kabel ke lubang hidung biar ingusnya nggak keluar-keluar. Cool kan? Penampilan Adit eye catching dan sporty abis apalagi kalau sudah pakai celana pendek ketika tampil di panggung. Fasionista dong, cita-citanya aja ingin mendirikan distro.
Dan, sepuluh tahun kemudian..
“Adit, bener Dit kamu punya distro?”
“Yak, bener. Kalau kamu butuh cat, keramik, atau semen hubungi aku, ya!”
“Ah? Eta distro atau toko material, Dit?”

Ahmad Ridwan Fauzi
Siapa yang tak kenal Master? Makhluk berkacamata ini dikenal jenius kalau bicara mengenai C++! Namun sulit dideskripsikan. Bukan apa-apa. Karena setiap kali ditanya, dengan santai dia akan menjawab “Not significant” tanpa peduli ada orang yang ngabeledug di sekitarnya. Ya, ya, seperti tempo hari ketika saya mewawancarainya. Berikut kutulis hasilnya..
Aku : “Apa pendapat anda tentang seksi keamanan kelas kita?”
Uji : “Militant activities have grown in southeast and eastern regions and security incidents have risen significantly in Afghanistan.”
Selesai wawancara, Dhiar berujar, “Ah, sa-mah!! Naha jadi kana Afganistan?”
Aku mengecheck jawaban uji, “Ehehehe! Sori. Salah ngopi paste!” (ketahuan asal copas asal ada kata significant)

Andriani Puspa Rilanda
Bibir selip, kata Aci mah. Entah kenapa disebut bibir selip. Mungkin bibirnya keselip di gigi sewaktu menggigit keju.Atau giginya keselip di bibir sewaktu menggigit bibir. Atau bibirnya nggak mau nyentuh keju sampai keselip-selip. Waduh, nggak kebayang. Puspa, begitu ia akrab disapa, sebenarnya benci setengah mati dengan keju. Traumatik karena bibirnya keselip, kali ya? Aduh, gila! Kalau ngebahas bibir rasanya nggak akan selesai-selesai!
Back to profil : Puspa adalah guru bagiku. Di segala bidang, ia juaranya. Fisika, Matematika, Sejarah, PKN, sampai Seni. Oh, ya, ia sedang menggeluti dunia seni. Katanya suatu saat akan jadi penyanyi paling top mengalahkan Widi Viera.
“Deengaarkaan cuurhatkuu teentaang diirinyaa! Beeetaapa aanehnyaaa, tiingkaah laakunyaa! Jujurlah padaku, jujurlah padakuuuuu!! Kau menyimpan rasssa, kau menyimpan rasssa cintaaaaaaa—”
“Errrgh!! Shut up!” potong Freza
Hening.
“Nyatakan padaku… nyatakan padakkuuuuuu!!!!!”
Besoknya, Puspa dimutilasi.

Andi Naufal
Asli. Nih orang leader yang kurang bijak dalam memimpin dirinya.
Tabiat belajarnya sih santai. Tanpa perlu berpikir semalaman, berpikir tentang seperti apa soal ulangan yang akan keluar. Tanpa perlu jungkir balik agar otak tetap fresh. Belakangan ia sadar jungkir balik malah bikin otaknya mencret.
Andi hanya perlu tidur pulas satu malam, setelah itu tidur pulas di hadapan pengawas selama UAS. Santai.
Suatu hari ia pernah tertarik mengikuti kebiasaan orang : BELAJAR. Siapa tahu nilai di raport semester 2 bisa naik 0,5. Hehehe.
Andi : “Fit, sore kamari urang ka imah maneh rek nanyakeun soal Fisika, manehna euweuh! Haaaah maneh mahh!!”
Fitri : “Oh, yang kemaren teh Andi?? (heboh) Pantesan bibi aku bilang ada cowok dateng ke rumah. Ganteeeng pisan, kata bibi aku teh. Hidungnya mancung!! Ari sugan teh—”
Andi : “U-u-urang disebut g-ganteng???”
Otak Andi 100% FRESH sebelum akhirnya menggeliat-geliat girang dekat tiang koridor.

Asri Nurvadyani
Multitalent. Begitu aku menyebut gadis cantik asal Ciherang ini. Berbakat dalam segala hal. Editing, karya tulis, seni musik, seni rupa, debat, debus, dan.. Apa sih yang gak bisa dia lakukan? Semuanya bisa.
Prestasi yang pernah diraih : juara 1 membuka ompreng Priska Yudina.
“Pik, ini gimana cara bukanya? (sambil mencoba membuka tanpa minat) Eh? Heehehehe. Horeeeeee bisa!”
Itulah Aci. Tanpa sadar, caranya tertawa selalu membuat aku tertawa.
Aci paling hobi main hulahup. Ia pernah menunjukkan aksinya seperti seekor singa di sirkus-sirkus. Menggoyangkan pinggang selama mungkin. Menciptakan keteraturan gerakan yang ajaib. Mempertahankan hulahup agar tidak turun dari lingkar pinggangnya.
Adit cemburu melihat aksi Aci disahuti tepukan kagum anak-anak cewek. Adit pun meniru hal yang sama. Mengangsurkan hulahup lewat kepala. Tersenyum saat dengan hebohnya Fitri mengumumkan, “Hei, si Adit! Si Adit tuh maen hulahup!!”
“Huahahahaha!” Cewek-cewek langsung ngakak menyaksikan Adit yang menggoyangkan pinggangnya dengan satu kali geolan... dan hulahup jatuh.

Damma Rachmansyah
Jaket abu-abu berkupluk menjadi jaket favoritnya. Siapa sangka pria yang kelihatan keren dan dingin ini genit kalau soal berkenalan. Suatu hari ia jatuh cinta pada seorang gadis berkerudung abu-abu, calon pakar Ekonomi. Dan nekat ingin mengajak gadis itu kencan, alih-alih akan mengerjakan tugas kelompok.
Dama : “Rahayu Eka Putri, kapan kita kerja kelompok bareng?” (bergaya sok cool dengan tangan kanan merogoh saku celana)
Au : “Kapan, ya? Hm! Nanti aku kabarin deh.”
Dama : “O gitu? Boleh minta nomer hape?
Au : “Nggak boooleeeh.”
Dama : “Loh? Kan biar bisa SMSan! Boleh, ya?”
Au : “Ng.. Bukannya giiiitu. Kalo nomerku aku kasih ke kamu, tar aku nggak punya nomer. Aku ngeSMS lewat apa coba?”
Dama : #_# (ngabeledug)

Dinar Hartanto
Kalau dalam bahasa Makdum.. nih orang diemnya kayak jangkrik mau kawin. Tapi jangan salah, dia nggak diem-diem amat kok. Saat kau membuat telingamu lebih peka akan suara… kau akan mendengar Dinar berkata, “Kondangan!” dengan ekspresi yang lurus, mulus, rata, datar, flat, persis seperti tempe kelindes mikrolet, gepeeeng banget. Ibu-ibu juga ogah beli tempe kayak begitu. Mending beli tepung terigu sekalian biar bisa dibikin donat. Eniwei, kenapa ngalor ngidul ke sini? Ah, stress!
Yak, sedikit lebih ekspresif kamu, Nar, pas nakolan drum!
Berikut dialog pendek yang takkan pernah lekang oleh waktu.
Miss : “Are you ready?”
Dinar : “No, I’m Dinar!”

Fitri Rodiatul Mardiah
Atraktif, cerdas, cekatan, dan terkenal sebagai cewek terheboh di kelas. Hebaaaat banget main basketnya. Terkadang konyol kalau sudah bersendawa dalam keheningan di depan anggota DKM.
Raut wajahnya sangat bisa ditebak. Kalau Fitri senyum-senyum nggak jelas berarti sedang jatuh cinta. Dan kalau senyumnya disembunyikan dalam bekapan mulut, berarti.. Fitri telah merasakan betapa malunya bertingkah aneh di depan orang.
Seperti saat remed Matematika di kelas X-6. Ingat tidak ketika Puspa berbisik menanyakan soal, “Nomor tiga sembilan.. Titik AT bukan si?”
Aci merunduk. “AT kayaknya.”
“Tapi di sini mah DT,” desis Puspa sekali lagi.
“T sama dengan D, D sama dengan T. Jadi DT itu Darul Tauhid!!” Suara Fitri yang jernih, melengking, bening dan tegas mengganggu konsentrasi para pakar remedial.
Pakar-pakar berdehem nyindir. Bu Hepi juga terkikik geli. Fitri membekap mulutnya dan bersembunyi di bawah ketiak Aci kala itu.

Freza Faturrahman
Karismatik? Ya! Penggemar Anggun C. Sasmi? Fans berat malah. Siapa pun bisa mengira dia memakai shampoo Pantene setiap kali mandi dan minum Anlene untuk menguatkan tulang-tulangnya agar tidak keropos, haha seperti dalam iklan yang dibintangi Anggun.
Belakangan aku tahu dia juga menyukai Parah Queen. Pernah suatu hari di Perpus ketika Asterivius sedang belajar bahasa, Mutia menemukan sesosok model dalam sebuah cover majalah.
“Eh, ada Parah Queen!”
Berkata begitu, majalahnya langsung beralih ke tangan Freza. Mutia tahu majalah itu direbut. Ah, Freza! Membuat cewek-cewek tercengang saja. Freza membawanya ke pojokan, dengan kamera ponsel dipotretnya cover majalah itu, lalu di lemparkannya kembali ke hadapan Mutia.
Sesimpel itu.
Dan sesimpel itu, cewek-cewek semakin terkesima.
Selain gesit, Freza juga tangguh. Tak tanggung-tanggung diikutinya klub Boxer karena memang Freza suka bertarung. Gerak-gerik dan tatapan matanya itu loh yang seperti menghunus, menusuk, membuat wajah siapa pun teriris.
Fitri tidak jadi menagihnya uang kas. Bisa kutebak! Melihat Freza yang merenggangkan otot-otot kepalan tangannya saja sudah membuat Fitri merasa kehilangan tulang leher. Sadis.

Kani Muthmainnah
Dari dulu sampai sekamar nggak berubah. Kani adalah satu-satunya kolektor komik Jepang paling top sedunia. Di tahun 2020 nanti ia ingin pergi ke negara empat musim itu, menemukan Kakashi, dan bermain biola di bawah keindahan pohon sakura.
Minatnya saat ini adalah membuat komik-komik strip, memotret orang-orang gila seperti kalangan Asterivius dan berjuang menjadi fotografer profesional.
Kani juga mengagumi kultur Jepang. Tak ayal kepalanya berbau anime, manga, dan bahasa Jepang. Maka ketika aku mengajaknya ngobrol jadi sedikit aneh.
Kart : “Kan, pinjem laptopnya Nisa, yuk! Kita baca blognya Raditya Dika.” (berharap setelah ini dia bilang, ‘Blognya siapa dah? Mana-mana? Emang bagus, ya?’)
Kani : “Hayu, pinjem! Asik. Kani mau nonton anime. Nonton Toradora, yuk! Di laptop Nisa ada FLV nggak, ya? Kalo nggak ada.. harus download dulu di internet. Aduh, jadi inget Ryuji. Haa? Sugoi. Sugoi. Taiga Aisaka!”
Kart : (harapanku runtuh) “Nonton apa?”
Kani : “Toradora.”
Kart : “Dora-dora-what? Doraemon? Dora The Explorer?”
Kani : “Toradora! Kani bawa kasetnya, beli dari Blues. Rame tauk!”
Kart : “Wah? Toradara apaan dah? Mana-mana? Emang bagus, ya?” (kenapa jadi aku yang bilang begini?)

Kiki Siti Zaqiah Saproh
Selain bibir selip, Asterivius juga punya si lidah selip. Aku tidak heran dengan julukan ini. Lidah Ikiw sih memang selip, dan kalau sudah curhat.. hati-hatiiii banget ngomongnya, kayak yang takut lidahnya keselip. Padahal lidahnya memang sudah selip-.- Jadi?
Dan kalau Ikiw marah-marah malah kayak nggak punya lidah.
Fakh : (nakol-nakol drum)
Ikiw : “Sh~rutt ih! Belriseik, Vahlri!”
Freza : (menatap bengis kembarannya) “Naon maneh?”
Dhiar : “Naon maneh?”
Freza : “Jelema, maneh naon?”
Fakh : “Sing gelut sing gelut!”
Ikiw : “HUEY.. VAHLRI , VLREJA, DEALR! (aaaaagh, kenapa nama kalian susah-susah?) DIEM CODA, PHUWAH, DIEM COBAAA!!!”
Mereka bukannya diem.. malah tambah ricuh. Ikiw frustasi jadinya. Mengutuk lidahnya yang tidak bertulang.

Muhammad Fakhri Wiratama
Aku menyebutnya Crow Marmot, yang lain juga. Aku belum paham awal mulanya gimana. Mungkin karena Fakhri sering tiduran di kulkas, karena setahuku Crow Marmot bisa hidup dalam es balok. Itupun aku tahu sejak nonton Happy Tree Friends bareng Asterivius. Kata Kani sih labelling Crow Marmot itu sebenernya karena perawakan dan watak Fakhri memang kayak Crow Marmot. Gendut. Tukang tidur.
Kebayang nggak.. Fakhri yang kukira macho ternyata bisa berakting gemulai saat berpartisipasi dalam lomba Video Contest ‘Help Us’? Peran Fakhri hanya sebagai penculik banci. Tapi karena dialah Video Asterivius meledak, memiliki sentuhan jenaka. Semua penonton terpingkal.
Sukses menjadi banci? Oh, tidak. Ini hanya tuntutan peran, kilah Fakhri sambil memukul-mukul drum. Fakhri akan sukses menjadi drummer.

Muhammad Agung Rayadi
Sedikit gila. Cuek. Kadangkala serius. Seringkali nggak punya malu. Mungkin itu gambaran bagi Agung yang suka ketawa-ketawa aneh kayak Mister Bean.
“Mobil tiguling mobil tiguling mobil ti, eh kunaon Fit meuni molotot kitu?”
“Tong nyanyi-nyanyi wae! Kerjain tugas Sejarah!!”
“Ah, bodo. Nu penting mah mobil tiguling!”
Saat pelajaran bahasa Sunda, Agung diminta Pak Edwin untuk bercerita tentang pengalaman pribadi.
Melihat teman-teman sekelasnya sudah menatapnya fokus, Agung terkekeh sebentar ‘ayey jadi pusat perhatian’ lalu mulai bercerita, “Dina hiji wanci, aya aki-aki ngalewat.. leutik pisan eta aki-aki teh... teras abdi ningali, ng..”
“MOBIL TIGULING?” tanya anak-anak sekelas kompak, membuat jidat Agung berkerut.
“Lain ih, serius. Cicing coba, atuh! Batur teh keur mikir!!”
“???”
“Ng...” Agung berpikir keras sampai tulang dan giginya kering. Tujuh jam kemudian..
“Nyarita naon sih, fales ah!”
“Keheula, da ieu sih jadi poho!” kelit Agung berapi-api, “Oh!! Saprak aki-aki eta tigubrag, eh lain, saprak aki-aki leumpang ngabirigidig abdi nuturkeun, ‘aya naon, Pak?’ ceuk abdi,”
“AYA NAON?”
“Mobil Tiguling.”
Stress.

Maulana Makdum Ibrahim
[belum terpantau]

Muhammad Aqlida
Si sipit dari RRC (baca: Republik Riweuh Camtamtu) ini nggak sadar kalau banyak dari teman-temannya yang menaruh hati tatkala ia mengibaskan rambut keritingnya. Siapa sangka, teman-teman yang menyukainya itu laki-laki semua! Walau Ida membantah mati-matian kalau ia laki-laki sungguhan dan tidak cantik, tapi tetap saja kelihatan cantik. Namanya aja Ida. Nama lengkap di KTP : Ida Qori’ah.
Ida pernah terlibat skandal dengan laki-laki berambut keriting juga, sampai Maulana Makdum—pria yang mencintainya—kabur ke Surabaya. Ngarang abis.
Setiap kali Asterivius mengadakan nonton bareng, Ida suka menyempilkan remote ‘tolong’ di keteknya. Aku nggak tahu ni remote apaan namanya. Tapi sering kudengar Ikiw berteriak.
“FLREEZ, IDA!! FLREEZE!”
“Please?”
Please dalam bahasa Inggris kan artinya tolong. Bener nggak, ya? Tanya Master ah.
Sisi baiknya kulihat ketika Ida selalu mencoba hadir dalam acara apapun. Ida menghargai kepemimpinan Andi. Ida pun sebenarnya memiliki banyak ide. Ida dan ide. Hahaha. Tulisan tangan Ida bagus loh. Ida cocok jadi sekretaris yang... cantik.

Muhammad Dhiar Faturrahman
Ini dia Matematikawan kita. Kebiasaannya adalah mencukur rambut liar yang tumbuh nguriwel-nguriwel di kepala, main CS, mengerjakan rubik dalam waktu sepersekian detik (wow), mengerjakan soal matematika sesingkat mungkin, memecahkan rekor, dan keluar ‘selalu’ pertama kali pada saat UAS berlangsung.
Melalui cerita teman-teman, aku tahu bahwa Dhiar dikatai Obama oleh kakak-kakak kelas. Hah, kenapa Obama? Ditanya begitu, teman-teman malah tertawa. Mereka menjelaskan tanpa berhenti tertawa sehingga aku mati kutu, tidak mengerti sama sekali-.-
Sampai suatu hari ketika Dhiar mengupil di angkot, ada kakak-kakak kelas yang bertanya.
“Obama, ya?”
“Bukan. Saya Dhiar.” Dhiar tercenung sebentar. Menghentikan gerakan telunjuknya dan memijit-mijit batang hidungnya pelan. Siapa sih, orang ini?
Besoknya, ia kembali dihadapkan pada orang yang sama,“Eh? Obama, ya?”
“Bukan,” tandas Dhiar.
Si kakak kelas tetap gigih bertanya, “Obama, ya?”
Merasa dipermainkan, kali ini Dhiar menantang. “Iya, saya Obama.”
Mimik si kakak kelas serius betulan, “Loh? Kok nggak mirip sih?”
“.....”

Muthia Octaviani
Ratu stabilo. Ah, tepat sekali. Aku bahkan pernah mendapati deretan kuning cerah menghiasi setiap halaman buku biologinya. Muthia mempunyai persiapan yang matang sebelum memutuskan. Seperti sekarang ini.. ia sedang dilema jurusan. Entah IPA atau IPS, katanya. Dan aku yakin sebentar lagi setelah tersungkur di hadapan Tuhan, Muthia dengan mantapnya akan mengambil salah satu dari dua itu.
Muthia memang tidak suka salah arah. Muthia juga tidak suka kesalahan. Kesalahan sekecil apapun itu. Kesalahan mengenai ejaan namanya pun harus benar.
“Muthia, Kart, bukan Mutia.”
“Iya-iya.” Segera kuganti nama yang kutulis di notes menjadi MUTHIA. Kuberitahu ia kalau namanya selesai diganti, “Baca notesku dong, MUT, HIA!”
“Muthia?”
“Iya. Mut. Hia.”

Mutiara Hapsari
Ua lebih suka bermain game Cooking Academy, daripada berpusing-pusing mengerjakan soal Matematika.
Matematika itu menyiksa, begitu katanya.
Sejauh yang kukenal.. Ua adalah koki handal nomor satu sejagat raya. Ingat sewaktu kita berkumpul di rumah Aci? Betapa bersemangatnya Ua menyiapkan bahan-bahan masakan, ngiris-ngiris bawang, motongan bonteng, ngarendos. Yak, sementara yang lain sibuk berfoto-foto ria bersama burung kakak tua di taman, menunggu nasi liwet masak. Hh, Ua yang malang.
Saat datang ke tempat kost-ku pun Kani berteriak.
“Ua Mutiiiiii.............. Masak!!”
“???”
Aku nyaman kalau sudah mendengar Ua berbicara. Sekalipun itu mengenai scene komik dan kekagumannya terhadap Ichigo Kurosaki. Ua bercita-cita ingin menjadi sosok istri yang baik bagi Ichigo, yang setiap harinya menyiapkan makanan lezat khas Jepang sebelum Ichigo berangkat kerja. Ini aku nggak tahu Ichigo itu satu paket sama Naruto atau Shinchan? Norak.

Priska Yudina
“Aaaaaaaaaaaaaaaa....!!!!!!!”
Mendengar pekik histeris Pika yang melengking ngeri—seperti tikus melihat kunti, seisi kelas menutup telinganya rapat-rapat dan kompak menyahut.
“Gandeng, Pika!”
“Sori, sori! Eheh, da henteu ka—aaaaaaaaa....!!!!!! Tong gancang teuing atuh, Di, ikh!!!!!” jerit Pika semakin histeris, membuat Andi gemetaran. Kesal sekali Andi diteriaki begitu. Batu yang digiring pointer mouse menjadi tidak seimbang. Pika memperhatikan batu yang bergulir-gulir nyaris jatuh. Layar besar yang menempel pada dinding ditatapnya serius sambil tidak berhenti berteriak.
Permainan Ballance membuat semua orang di kelas itu stress. Ua sih.. gudangnya game, sampe menginstall Ballance segala.
“Andi!! Eta batu-na kade tiguling, ikh!!!!!! Beurat teuing.. ah samah, pake kayu atuh— aaaakhh.....!!!!!!!”
Seisi kelas sudah membisu.
“Iiiii... make dipareuman??! O-ou.” Pika nyengir melihat Bu Dewi tengah berdiri di ambang pintu. “Hehee. Main game, Bu! Rame.”
Cileupeung-.-
Meski begitu, aku tetep salut dengan keahlian Pika memimpin Asterivius. Karena dialah.. Asterivius bisa kompak. Entah itu kekompakan dalam lomba class meeting, kompak makan-makan di Bunda, atau kompak diremed Fisika.

Rahayu Eka Putri
Manyunnya bikin cowok kelepek-kelepek setengah mati. Seringkali kudapati Au berbicara dengan nada marah, tapi sebetulnya tidak. Memang nada bicaraku begitu, kata Au. Sering juga kudapati Au bergurau. Au bilang itu bukan gurauan, gaya bicaraku memang begitu.
Dulu, Au adalah anggota genk lemot. Mungkin sekarang sudah dipecat. Kurasa Au memang tidak lemot. Hanya saja... nada bicaranya memang begitu.
Biar kuimajinasikan..
Nono : “Urang cireumbay yeuh nonton pilem, hiks.”
Au : “Apaan sih, No, nyolek-nyolek?”
Nono : “Tisu-mana-tisu??”
Au : “Oh, tar dulu!” (Loading::::::::::::::::::35%)
Nono : “A-U!”
Au : “Ya?”
Nono : “Bukan buku sosio!”
Hahaa XD
Au itu sangat terampil dan punya kreatifitas tinggi. Setiap angkat bicara nadanya menunjukkan kalau Au tahu banyak soal politik, keuangan negara, roda pemerintahan dan peperangan di Palestina. Calon Ketua PBB gitu loh. PBB *Percekcokan Bangsa Badung.

Rahmi Nailah
Ada yang mau beli malkis, karoket, cake... atau pesan pulsa *tanpa ngutang?
Hubungi saja Ami, Bussiness Girl of Asterivius. Ami adalah perempuan paling sibuk yang pernah kukenal. Meski begitu Ami tetap tersenyum ketika disapa.
Ami adalah sosok yang menyenangkan, apalagi kalau sudah punya waktu untuk ngobrol.
Tapi tak jarang obrolan menjadi kacau di saat ada pembeli kacau yang mengacaukan.
Kart : “Mi, emang Indonesian Idol tadi malem ada, ya?”
Ami : “Ada. Rio tampil kereeeeen banget. Eh, Dhiar! Ngapain kamu jongkok-jongkok?”
Diar : (nyengir) “Beli Malkis.”
Ami : “Ambil aja. Iya, gila banget kan si Rio itu?”
Kart : “Rio yang mana, Mi? Cakep nggak?”
Ami : “Nggak begitu-begitu sih. Apaan sih, Yar?”
Diar : “Saos.”
Kart : “Nggak begitu, gimana?”
Ami : “Sebentar, Kart! Nih, Yar. Yaaa, nyanyinya doang sih, yang bagus.”
Kart : “O gitu. Lah kamu—“
Ami : “Kamu berdiri di sini ngapain lagi??”
Diar : “Pulangan.”
Ami : “Aduh nanti aja, ya, istirahat. Kenapa, Kart?”
Kart : “Nggak.” (kehilangan selera ngomong)

Reka Khameswara
Dede Reka lucu loh. Kenapa ‘Dede’, dan kenapa ‘lucu loh’?
Selain karena Dede Reka adalah cowok paling mungil di Asterivius, senyumnya juga sukses membuat kami mati gemas. Deretan putih menyembul alami di balik bibir tipisnya.
“Huaaaaaa....... Dede lucuuu!!!” kata Aci dan Pika histeris.
Tak perlu dikomando, Adit, Ida, Agung dan Damma langsung meninju mata kanan Dede Reka hingga lebam biru-biru. Dede Reka meringis pilu.
Sementara Aci dan Pika saling pandang. Kaduanya merasa kasihan. Mereka sama-sama mengangguk merencanakan sesuatu.
“HUAAAA...... FREZA LUCUUU!!!!”
Adit, Ida, Agung, dan Damma melirik Freza yang balik menatapnya bengis.
“Urang teu ngiluan, Nya!” kelit Adit cepat-cepat.
Kemudian terjadi aksi baku hantam. Bukan Ida, Agung atau Damma yang memukuli Freza. Tetapi Freza-lah yang meninju muka-muka belingsatan mereka.

Resti Sundari
Ada seorang lagi yang menggemaskan, lucu, dan kalau kau lihat rasanya pengen nyulik tuh orang ke rumah. Abis lucu banget, kayak boneka beruang.
Yak, Atiw. Hahaha. Malangnya, si lucu ini selalu berada di tengah kerusuhan lantas disalahkan orang. Padahal... ‘sumpah Atiw gatau apa-apa’
Dhiar : “Naon sih, Gung, maneh benci lain ka urang?”
Agu : “Eta, mun aya rumus teh beja-beja atuh!”
Ikiw : “Udtah-udtah. Jangan pada malrah gine dogn!”
Adit : (mengejar-ngejar Au) “Au!”
Dhiar : “Ku urang pan dicontoan.”
Agu : “Iraha?”
Adit : “Au, jangan tinggalin adit. Ah, Au!”
Fakhri : (trenggg... duk-duk-duk.... ciss..)
Ikiw : “Slruttttt!! Belriseik!!!!!!”
Fakhri : “Atiw siiihhh!”
Atiw : “??”

Retno Dyah Palupi
Bener kata Aci, Nono yang dulu pendiem sekarang berubah jadi luar biasa mellow. Kami menemukan Nono tenggelam dalam isak tangisnya saat bareng-bareng nonton HAciko, 3Idiot, Narnia sampai film Prince of Persia.
Nono : “Puas-puas-puas! Atuh da make sipat teh tebel teuing dasar! (cireumbay, ngelirik kanan kiri) Apa kalian liat-liat??”
Pika : “Apa sih? Nggak ada yang liatin kamu!”
Nono : “Hiks. Kasihan si Aslan!! (membetulkan posisi kerudung) Udah ini beli baslub, Yuk!”
Aci : “Hyaahh si Nono!”
Nono : “Bae atuh, Aci!” (mematut muka di depan cermin) “Ih, aku nangis banyak cileuh.”
Aci : “@_@”
Nono : “Bagus, yah?!”

Salma Karima Assadiah
“Kenapa sih aku dikira lemot? Padahal kan cerdas!” bantah Emha ketika Priska Yudina menoyorkan kepalanya pelan.
Di kelas, Emha memang terkenal lemot. Aku hanya mengiyakan saja. Dan di saat banyak orang sedang asyik-asyiknya mengobrol, Emha mengikuti topik dengan mimik serius.
Aci bertanya, “Mha ngerti?
“Ngerti.”
“Apa coba?”
“Hehe. Aaaa…. Jangan ditanyain apa, da pokonya ngerti.”
Selain itu, ketika Asterivius sedang sibuk-sibuknya memperhatikan Bu Hepi, selalu ada celetuk tanya, “Bu, kenapa sudut AOC 60o?”
“Mha!! Tadi kan udah dijelasin!!!” ujar Pika sambil memijit-mijit keningnya.
“Oh, udah?”
Emha sebenarnya punya imajinasi yang tidak tertandingi. Lihat, dinding di belakang kursi-kursi yang berderet acak itu! Itu karya tangan Emha loh. Emha cukup cerdas, bukan? Ya, Emha cerdas sebagai seorang seniman sejati. Emha nggak lemot, tauk!

Santi Intan Puspita
Nggak kebayang gimana jadinya Asterivius tanpa Santi Intan Puspita. Santi rajin sekalee mengerjakan pe-er. Ehehee. Asik, nyontek ah.
Selain berorientasi pada tugas, pecinta Heri Poter ini hobi banget baca novel. Serial novel karyanya Jeka Rowling yang tebelnya minta ampun sih, udah pasti! Santi sampai mengoleksi foto-foto Denil Redklip, menamai flashdisk dengan nama MUGGLE, dan berkeinginan menyelamatkan Heri dari amukan Poldemoret.
Sementara aku ngejanya aja, nggak bisa. Itu nama-nama aneh semua!!!
Oh, ya, nggak boleh ketinggalan nih : Santi terbiasa berangkat ke sekolah pagi-pagi betul, dan dia nggak pernah telat. Sungguh teladan.
Santi menyukai pelajaran Kimia. Terkadang riweuh sendiri. Apalagi kalau diskusi soal Kimia bersama Ikiw Salmonella. Diskusi yang akan berujung pada pukul memukul bahu.
“Ih, Ikiw! Ini tuh reduksi, Ikiw!”
“Iyya. Iyyya. Lreduksi. Tapi jangan sambeil mukul giniii doongg!!”

Siti Khoirunnisya
Ternyata cewek yang aktif di bidang rohis ini lebih sering curhat dengan cerita-ceritanya yang ajaib. Mengutarakan isi kepalanya dengan lisan yang ‘Nisa’ banget.
Bersahabat. Penuh aura. Punya ketelatenan. Apik. Segala sesuatu dikemasnya dengan baik. Nyaman kalau kau tinggal bersamanya serumah.
Dialah orang yang paling gigih di antara orang-orang gigih yang pernah kutemui. Aku tahu dia tidak menyukai pelajaran Bahasa Inggris. Tapi menurutku, suatu saat.. berkat kegigihannya, rasa tidaksuka itu bisa sirna.
Dan Nisa akan menjadi guru bagi orang-orang yang tidak menyukai guru.
Betapa baik dia, aku pun baru sadar sekarang. Terimakasih Nisa. Akan kudoakan kamu agar kelak.. kau bisa bercerita banyak padaku tentang mimpi yang kau raih.

Siti Rima Nuryani
Ima memiliki dua kepribadian. Terkadang, Ima bisa dengan jantannya menjontor orang sampai terkapar. Terkadang, Ima bisa membuat orang tercengang kagum dengan kemaja lengan panjang berwarna pink dan rok berenda-renda yang dikenakannya. Girly abis.
Miss Telat. Ini juga nggak salah. Hampir setiap hari telatnya. Ya ampun! Tapi sekarang udah nggak kok, kelitnya.
Dan besoknya, saat pelajaran Geografi kutemukan dia tanpa dosa menghampiri Bu Dida. Cikicikicik. “Maaf, Bu, telat!”
Bu Dida menarik tangannya. “Heit, kenapa telat?”
“Angkotnya, Bu! Hehe. Duduk, ya, Bu?”
“Duduk.”
Saat duduk, Ima kutanya, “Nggak dikasih surat, Ma? Kamu kan keseringan telat.”
“Surat apa?”
“Surat yang harus ditandatangan itu loh. Tadi dimarahin nggak?”
“Oh, lolos dong. Banyak yang telat, udah aja aku kabur. Hehe.”
“#_#”

Sonya Vieska
Punya kepedulian yang tinggi terhadap penampilan, kesehatan kulit, postur tubuh dan berat badan. Seringkali mengeluh kalau berat badannya naik nol koma sekian kilo padahal masih kelihatan ramping.
Nyanya pernah melongo parah mendapati perutnya sedikit buncit. Nyanya juga pernah meringis mendapati perutnya kempes sedikit. Gendut salah. Kurus salah. Yang pas dan fleksibel itu kayak... pacarnya Kim Bum.
Aaaaaaargh?! Yang bener aja, disamain sama Gaeul? Dia tuh jelek tauk. Molek nggak, mulus nggak, pinter nggak, dan ya.. nggak banget kalau jadi pasangannya Kim Bum. Nyanya nyolot soal Gaeul, kenal juga nggak.
Suatu saat kalau kau ketemu Nanya, kau akan menemukan wajahnya yang meraaah asli kayak kepiting dipanggang atau mendengar curhat-curhat tentang pacarnya—yang lebih cute dari Kim Bum.
“Ih coba tadi malem dia kan nelpon ya. Sepupu-sepupuku pada ngatain.. ‘kim-bum-kim-bum-KIM-BUM’ terus teleponnya mati dan ada sms ‘mau ditelpon Kim Bum lagi gak’?
“Huaahahahaha.”Aku ikutan ketawa aja dah meski nggak tahu Kim Bum itu siapa.

Wildan Prima Putra
Cowok tinggi besar pecinta badminton dan Fisika ini nyatanya tidak pasif kalau kita yang bertindak adaptif. Wildan aktif kok. Suka mendominasi obrolan. Banyak ketawa malah. Tawanya terdengar unik, menggelegak dan tidak berhenti-berhenti.
Pernah Kani berkata, “Ih, Wildan! Ketawanya lucu.”
“Wah! Ternyata banyak juga, ya, yang menganalisa tawa saya? Hahahahaha.”
“Iya. Hahahahah.”
“Haha. Hahahahaha.”
Aku pun nggak tahu kapan mereka bisa berhenti ketawa.




Persahabatan selayaknya kesehatan, baru kita sadari saat kehilangan.
Quotes ini mengeruk ingatanku sampai aku tercenung di balik selimut, dihantui bayangan hitam-putih yang mengilat-ngilat setiap malamnya. Tentang bagaimana alur persahabatan Asterivius, dengan keceriaan yang tidak terperi. Tentang kita. Tentang persahabatan yang sudah setahun merajut cerita. Akankah mereka hilang?
Pika : “Tidak akan pernah terulang, kawan!”
Aci : “Kalau kita harus pisah, ikhlaskanlah..!!”
Dhiar : “Bertemu memang untuk berpisah, menyebalkan.”
Makd : “Kalau tidak ada perpisahan berarti tidak akan ada sesuatu yang berharga.”
Ida : “Naon ieu teh?”
Makd : “Kalian tidak mengerti, aku pernah merasakannya.”
Nono : “Suatu saat kita akan berembuk kembali mengingat betapa banyak kita mengukir baslub, eh.”
Ema : “Perpisahan adalah guru terbaik.”
Nono : “Eta mah pengalaman!”
Ema : “Oh, iya. Ganti ah, menurut saya perpisah—”
Nono : “Tunggu-dulu-tunggu-dulu!”
Ema : “....”
Nono : “Tuh nya, jadi we ah, poho!”
Atiw : “Mamaaa, nggak mau pisah.............!!!”
Aku : “Sama, tiw.”

Menangis. Aku hanya menangis. Bodoh. Tidak bisa berbuat apa-apa. Kelak aku akan berdiri tanpa mereka, setegar ilalang. Aku bukan peramal yang bisa memprediksi masa depan. Hanya bisa berharap akan ada episode-episode lain setelah ini.

Bukan Catatan Terakhir

Ini tentang momen, yang katanya merupakan episode terakhir.

Pagi itu, angkot 04 menempuh perjalanan panjang dengan memakan waktu kurang lebih 1 jam. Melewati petak-petak sawah yang membentang di antara jalanan aspal. Melintasi sejumlah pemukiman dan pepohonan mahoni yang berlarian ke belakang.
Iseng, kueja ‘P-O-L-S-E-K-C-I-B-E-B-E-R’ pada plang besar di depan sebuah kantor. Pada akhirnya, plang itulah yang menjadi notification : KAMI SAMPAI DI CIBEBER.

“Teu nyangka, Cibeber sajauh kieu!” Agung bersungut-sungut setelah sampai di rumah Kani.
Rumah yang bermandikan sinar matahari ini rupanya cukup untuk menampung kami, sesaat beristirahat dalam kehangatan. Peluh-peluh juga sudah berlelehan di leher. Kue yang disajikan di atas meja ulung menjadi rebutan. Ieu mah pasti! Sementara, Reka menyesap cangkir berisi cairan merah muda wangi rosella-nya. Segar. Reka sampai menghabiskannya sekali teguk. Yang lain kemudian mengambil wudhu dan melaksanakan shalat dzuhur.
Wuhu... Liwet asak.

Asterivius arak-arakan menuju saung besar yang terletak di tengah kolam ikan. Kami mendapati empat helai daun pisang sudah tergelar. Hanya perlu menuangkan nasi liwet, sambal yang luar biasa sedap, ikan-ikan kepala buntung, lalap-lalapan, tempe, tahu, dan kerupuk bolong-bolong. Lengkap!
“Yak, di ulang tahun Ibu Ai Siti Komariah ini mari kita sama-sama berdoa semoga Ibu Ai diberi keberkahan, amin,” kata Andi sungguh-sungguh sebelum menangkupkan telapak tangan dimukanya. “Selamat makaaaan!!!!”

Punyaku! Ini semua punyaku!

(freza) : Sakalian Yar, cucukna!

Setengah jam liwet pun habis kukantongi ke perut. Aku kekenyangan. Yang lain juga. Mereka bahkan sempat foto-foto saat menggigit tulang ikan. Aku meringis, takut kalau-kalau tulang ikan yang bercabang-cabang itu malah nyangkut di tenggorokan. Mana bisa makan ikan sambil pegang camdy?
Hh, Asterivius.

Kau lihat di situ! Fakhri dan Dinar yang cuek mengikat kepala dengan seutas tali entah apa. Si kembar Faturrahman yang tertawa lepas. Dede Reka yang nyempil-nyempil ketika disuguhi petis. Uji yang mimiknya kaku beku.. di sini terlihat cerah penuh kedamaian. Atau lihatlah si tengil Agung yang sekarang ini bersikeras akan jadi peneliti alam dengan menjelajah petak kolam.

Sungguh, kami tak ingin melewatkan momen ini. Apalagi setelah pimpinan kami—Andi Naufal—memberikan kado secara simbolis kepada Ibu Ai. Tak sungkan-sungkan diberikan pula sebuah puisi atas nama kami. Ibu melantunkan puisi itu dengan penuh pengindraan, mengungkapkan rasa terimakasih dengan teramat tulus disertai wejangan-wejangan yang membuat dada terasa sesak. Sedih sekali. Tangis pecah, mengingat dimensi jarum jam punya rotasi, mengingat kita sebentar lagi berpisah menjadi selasar-selasar yang patah. Tapi kami bertekad untuk selalu menyatukan selasar-selasar itu suatu saat nanti. Ketika kami bukan lagi ‘satu’.

Di hari menjelang sore, kami berancang-ancang untuk segera pulang. Dan sebelum bergegas, kuberikan sepucuk surat untuk Ibu Ai yang malam sebelumnya telah kutulis, yeah, sampai mojok di kolong ranjang. Entah tanggapan Ibu bagaimana tatkala ia membaca suratku.

Berikut kukutip sebagian isinya..
A=ntara sayup-sayup detak jam dinding, derik papan tulis, dan bulir tinta
I=nterval tak monoton suaramu memproklamirkan nuansa kelabu menjadi biru, sementara..
S=uaraku tercekat, berada pada pucuk horison, kelu
I=ni sungguh bukan permainan tuth, dawai biola ataupun hingar pentas seni, melainkan satu : suaramu
T=atapan dengan refleksi kilatan-kilatan yang bersimbah di mata bening itu menyorotku!
I=ngin ku melayang, mengenaskan, serupa bangkai ikan yang terpuruk di kolam hijau
K=entara jelas wajahmu sarat akan rona bahagia, malu-malu
O=rang-orang berputih abu impuls menyulap diri menjadi kursi duduk
M=ereka temukan hangat saat kau riuh rendah merengkuh motif tartannya. The warmth nestling in, benarkah?
A=n endless truth : The beauty of what’s in you ;)
R=ebahkan tubuhmu dengan gestur halus di atasnya, rebahkan saja! Maka—
I=ring-iringan tart berlapis cokelat bersama sebatang lilin merah muda menyala
A=kan menjadi lentera panjang nan mulia engkau, wahai Ibu! Ya, mulai detik ini, mulai detik ini, Bu.. ketika diamku perlahan berubah pekik
H=APPY BIRTHDAY, My Precious Mom......!!

Masa-masa MOS

posted by: kafast

Aku telah dikecup kebahagian selama menjadi bagian dari mereka. Asterivius. Kelas yang luar biasa hidup dan tidak akan pernah tergantikan.
Baiklah, ini mungkin catatan perjalanan yang kutulis secara singkat dengan versi tanpa gaya-gayaan.

Juli 2009
Banyak hal yang kusadari menjelang pra-MOS. Pertama, aku sadar segala mental telah kupersiapkan dengan baik. Kedua, aku sadar aku diterima di SMANSA. Ketiga, aku sadar aku lupa perjalanan ke Cianjur berapa jam.
Terakhir, aku saaadar.. aku benar-benar lupa lokasi SMANSA di mana :’(
Aku berangkat pagi hari, sendiri, dengan tidak sepenuh hati. Takut diculik, tapi perjalanan tetap kujalani. Kau kan tahu, segala mental telah kupersiapkan dengan baik! Dulu sebelum lebaran, aku juga pernah jalan-jalan ke Cianjur. Buktinya sekarang aku tahu ongkos angkot berapa. Hiahaha. Sip!
Aku naik angkot putih dan turun di Jebrod lalu naik 2B. Tapi di sinilah letak masalahnya, aku nggak tahu kapan aku harus menyetop angkot merah ini. Mana di sepanjang jalan nggak ada plang yang nunjukin lokasi SMANSA! Ergh!!!
“Mang, turun di SMA 1, yak!”
“Siap, Neng!” katanya.
Ah, jenius! Kenapa nggak dari tadi aja sih? Aku menghela nafas lega. Aku akan selamat di tangan sopir angkot. Dalam hati aku membangga-banggakan sekolahku. Siapa sih yang nggak tahu SMANSA? Mungkin cuma aku doang yang baru-baru ini tahunya. Ckck. Kurang gaol.
Tak lama 2B pun berhenti.
“Loh kenapa di sini, Mang?”
“Ini sekolahnya?”
“Bukan, Mang!”
Boleh jadi aku lupa letaknya, tapi aku ingat betul bagaimana bentuk gerbangnya. Dan aku bersikeras membantah kalau ini bukan sekolahku.
“Bukan?”
“Maksud Eneng SMA 1, Maaaaaaaaanggg!! SMA 1!!!” jeritku gemas ketika menyerahkan seribu perak, “Bukan SMK 1…..!!!!”
Tanpa merasa bersalah si Amang malah ngeloyor pergi diteriaki begitu, meninggalkan aku sendirian yang terbengong-bengong dan nyaris dicium mulut Vario. Aku menyingkir ke pinggir jalan. Kesal.
Sumpah, tuh sopir angkot kurang gaol! Masa nggak tahu sih, SMANSA dimana??? Aku menggerutu mati-matian. Di samping Toserba, kulihat pengamen jalanan yang saat itu sedang berjingkrak-jingkrak kejatohan receh.
“Eh, De, tahu SMA 1?”
“SMA 1? Ng.. SMANSA, Teh? Oh, di luhur! Mapay jalan eta we, tah!”
“….” Mungkin aku harus melangkahkan kakiku yang malang ini sepanjang trotoar yang permukaannya tidak rata alias turun naik. “Makasih, Yaaaahh!”
Yak, jadilah aku melakukan perjalanan sendirian lagi. Berapa meter jauhnya, aku juga nggak tahu. Lihat, siapa yang gaol sebenarnya! Sopir angkot yang sok tahu atau adik-adik tukang ngamen yang jingkrakannya mirip vampir kacugak?

Hampir sampai. Aku menarik nafas saking capeknya.... tapi bahagia. Kulihat seorang ibu-ibu yang membawa keranjang turun dari angkot. Sialan. Ada angkot lewat jalur ini, kenapa tukang ngamen menyuruhku mapay jalan?!!
Kutengok angka digital di pergelangan tanganku tatkala sampai di gerbang berbahan besi hollow itu. 07:55. Aku berjalan tenang, tenaaaang sekali.
Kulirik sekali lagi satpam berbalut seragam putih biru itu sambil tersenyum kenes. Satpam malah balik menatapku curiga. Tapi yang menghampiriku malah tukang basotahu.
“Aeeeh, Neng! Dikantong atau dipiring?”
“Apanya, Pak?”Aku berpikir, mungkin orang berpeci kumal ini lebih-lebih nggak gaol dari si sopir.
“Basotahu-na. Dikantong atau dipiring?”
“Ahah. Nggak ah, Pak. Ini mau ke sekolah. Calon murid baru, saya,” seruku bangga seraya berpikir lagi. Hari gini manggil tukang basotahu kayak manggil Bapak Bupati?? Mampus!
“Murid baru?”
“Ya!”
“Hooor, murid baru? Kunaon henteu tatadi? Ayeuna jam sabaraha?!”
Kenapa aku ditanya-tanya begini? Akh! Ini kapan masuk mau sekolahnya sih? Dengan nada tetap ceria.. kujawab, “Jam delapan.”
“Tuh, eta gening apal. Ti saacan jam tujuh ge anak-anak udah pada baris di lapangan.”
Mendengarnya, keceriaanku sirna. Aku telat sekolah pada hari pertama masuk sekolah? Oh my, my.. Tapi yang keluar sebagai respon adalah, “Hah?? Beneran, Pak?!!!!!”
“Heu-euh! Teu percaya mah, jig we tingali—”
Sebelum tukang basotahu menyelesaikan kalimatnya, aku sudah JIG!! Pontang-panting menapakan kaki ke lapangan upacara. Aku dikumpulkan bersama orang-orang yang telat juga di barisan paliiiiiiiing ujung.
Ternyata bukan aku saja yang telat! Ahahaha. Yak, mungkin mereka telat semenit dua menit, lain halnya dengan aku yang jelas akan dipenggal hidup-hidup selesai upacara. Kak Saeful pun berdehem maklum.
“Dari rumah jam berapa?”
“Jam tujuh, Kak.”
“Kebiasaan SMP jangan diulang!”
“Kebiasaan SMP setengah delapan, Kak.”
“Lain kali berangkat jam setengah enam!”
“Iya, Kak.”
“Nggak boleh telat lagi!”
“Iya, Kak.”
“Habis ini kumpulin sampah yang banyak!”
“Iya, Kak.”
“Bagus.”
Aku tercengang. Tidak bisa meralat jawaban refleks tadi.
Setelah mendapat teguran dari kakak-kakak senior, mereka mengumpulkan sampah-sampah berupa kemasan roti, akua, plastik bekas, cangkang oreo, sampai tusuk baslub.. ke dalam kantong kresek yang bergelayut pada lengan masing-masing. Aku sendiri malah sibuk memperhatikan polah mereka hingga sampah-sampah di lapangan ludes! Sial. Aku nyomot apaan dong, kalau gitu?
Kuraih daun-daun kering di sekitar kopsis. Ah, aku memang tidak berbakat menjadi pemulung.

Bersama Asterivius, aku memperkenalkan diri dengan tukar-tukar biodata. Biodataku dibacakan di depan kelas oleh Sonya Vieska—yang belakangan ini aku tahu bahwa dia tidak hanya cantik, melainkan calon Miss Universe.
Dan secarik kertas berwarna biru dongker milik seseorang juga sedang kupegang. Aku baru saja akan membacakan biodatanya saat laki-laki setengah botak tiba-tiba menghampiriku. Tanpa bicara sepenggal dua penggal kata, ia membungkuk di depan mejaku, menghapus serangkaian kalimat yang tadinya acak, lalu menggantinya menjadi lebih acak. Aku bengong.
Saat berdiri di depan kelas, aku memperhatikan seksama tulisan yang lebih mirip dengan tulisan adikku di rumah. Adikku baru kelas 1 SD loh. Ini kelas 1 SMA? Terpaut jauh, ya?
Karena teman-teman sudah menunggu di titik hening, kutepis saja rasa malasku dengan membacanya sotoy.
“Nama lengkap.. Endinau Fa eL (kuteliti lagi, seharusnya Andi Naufal). Hobi baca komik. Ciri-ciri.. kulit sawo matang, ada luka bekas kecalakaan di lutut (ya ampun!), hidung mancung, paling gant—“ Paling ganteng? Kulihat wajahnya sekali lagi. Whoahaha. Nggak yakin.
Aku bingung. Nggak banyak orang yang kukenal di sini selain Santi teman sebangkuku kini, Kani teman SMP, Sonya yang berbaik hati membacakan biodataku dengan suara rendah, Endinau Fa eL yang kenarsisannya sedang naik daun, dan Damma Rachmansyah yang kudengar ciri-cirinya : cameuh. Selebihnya aku nggak tahu siapa mereka.

Dan besoknya, perjuangan pun dimulai. Kau tahu tidak, untuk hari pertama MOS aku INGAT dimana letak SMANSA. Ayey. Hanya saja selama seminggu ini aku harus berangkat jam lima pagi. Jam segitu mana ada angkot di Cibeber?
Pada akhirnya aku jadi penumpang ojek dan ngeluarin ongkos lima belas ribu. Kalau tukang ojek nggak punya helm, sih, aku bisa menawar ongkos menjadi sepuluh ribu. Saat itu aku berharap semoga semua tukang ojek Cibeber kehilangan helmnya.
Dengan kalung permen, papan nama kacrut, dan segala tetek bengeknya, aku duduk di jok belakang dan kejengkang-kejengkang karena tukang ojek kusuruh ngebut.
Ah, tak terasa perjalanan yang menggigil itu sudah kulakukan tiga hari hingga kini. Setiap harinya aku sampai di sekolah tak lebih dari pukul enam.
Tugas yang menyebalkan. Menulis pesan untuk kakak senior sebanyak sepuluh lembar?
B a y a n g k a n ! Betapa pegalnya tangan kami.
Andi menulis satu kata di setiap lembarnya. Berarti dalam sepuluh lembar ia berhasil mengumpulkan sebuah kalimat :
kakak—senior—pada—baik—kecuali—yang—menyuruhku—menulis—pesan—ini
Tidak lama setelah buku dikumpulkan, pipi Andi digampar.

ASTERIVIUS KABUR KE CIPANAS

Planning Escape:
Nggak jadi ke Dufan.
Nggak jadi ke Bandung.
Nggak jadi ke Cibeber.
Yang penting kebersamaan.
Jadinya kemana nih?? Adohhh!
“Jadi ke Villa-nya Emha!! Kumpul di Bendtar jam 8. Bawa ongkos goceng buat makan. Kasih tau yang lain!”
Delivered Sent. Puspa mengirim SMS itu untuk Asterivius di daftar kontaknya, satu hari tepat sebelum kami kabur.

22-03-2010 pagi hari di Bendtar.
Adit melirik jarum jam di tangannya, gelisah. Jam 9! Sudah sejam lamanya menunggu. Puspa belum juga hadir di tengah kebersamaan itu. Padahal dia sendiri yang mewanti-wanti harus datang jam 8. Ah, rese.
“Hei!” Puspa nyengir dengan gaun merah muda yang melekat anggun di tubuhnya.
“Hayu, berangkat!” seru Adit setelah berkenalan dengan seorang sopir yang amat sangat baik hati, berikut dengan angkotnya. 

Kami berjejal masuk ke dalam angkot. Berebut tempat duduk. Pasedek-sedek!!!
“Urang teh geddeeeeee!!!” sembur Adit ketika dirinya dipaksa masuk oleh Ida. 18 orang, bayangkan saja. Belum dua orang lainnya yang menunggu di suatu tempat untuk kami jemput. Mati sesak kita di dalam.
Emha     : “Nah loh? Kompor gas?”
Aci      : “Kita ke rumah Emha dulu we. Mang, mang, mengkol ka dinya heula nya, Mang!”
Pika        : “Ditaro dimane?”
Ikiw    : “Udah-lah pangku, cukup meureun, di kolong ge cukup.”
Muth    : “Si atiw kumaha?”
Ikiw     : “Oh iya yah, si Atiw.”
Emha     : (pasang mimik serius) “Si Adit taro di atas aja. Iketin!”
Adit       : “??”
Wuuuuuuuzzz….. Angkot meluncur ke daerah mana entah, berkelok-kelok, menyusul sepeda motor dan truk-truk muatan yang berlarian di jalanan aspal.

iyak... Cipanaaas... Cipanaaaas....!!!!!

Di dalam angkot :
Ada yang sibuk dengan lamunannya sendiri.  Waduhhh pintu rumah can dikonci, sieun aya maling! Ah semoga saja mami mengampuni.
Ada yang beres-beres isi tas. Nyempetin belajar nggak, yah, nanti? Udah bawa buku banyak nih.
Ada yang mainin Blackberry-nya. Dasar Kabayan! Ya iya atuh akang, Nyai oge kangen!
Ada yang main Mortal Kombat. Maot siah maot. Jurus Fatality? Ah, sial!
Ada yang geser-geser pantat. Inalillahi. Bujur urang kempes.
Dan ada yang bercerita banyak dengan sejuta kelemotan.
Aci      : “Nanti, aku bawa istana presiden ah!”
Asterv: “What?”
Aci      : (merasa obrolannya garing) “Ehehe. Apa sih? Au, au, au, biasanya kamu pengen bawa, aeh.. itu tuh.”
Au       : “Gedung putih!”
Aci     : “Heu-euh eta.”
Asterv: “Zzzzzz….” (gangerti, sumpah!)
Semakin kacau kami mengobrol. Tentang keinginan di tahun 2010 yang belum tercapai, mungkin.
Keinginan kami banyak.
1.      Menjadi reporter dengan gaya bicara yang khas laksana Putra Nababan.
2.      Punya rumah segede alaihim gambreng kayak rumah-rumah yang kami lihat lewat jendela angkot.
3.      Membunuh presiden Irak : Talabani.
4.      Membunuh presiden Israel : Tel Aviv. Ih bukaaan, eta mah ibukotanya.

Angkot berhenti di depan rumah Emha. Beberapa orang mengambil kompor gas. Mereka yang sudah keluar dari angkot, megap-megap. Menggambil udara banyak-banyak. Takut kehilangan oksigen.
Ikiw    : “Tuh, gening, kompor-na!”
Dama  : (meletakkan benda kotak itu di kolong tempat duduk Aci)
Aci      : “Aaaaaaa… Sieun ngabeledug! Ehh.”
Ikiw    : “Moal atuh, da henteu hulrung!”
Aci      : “Atuh da sieun.”
Ida      : (ngetok-ngetok angkot) “Akua, kacang, tahu! Akua, kacang, tahu!!”
Kani    : “Si Ida? Hahaha. Pantes,ya?” jadi inget si Agung—
Agng  : “Paaaarabot, paaarabot!”
Kani   : “….”

Adit bergerak masuk dan duduk. Sebentar kemudian dia sadar. Malapetaka baginya kalau saja duduk disitu.
Adit    : “Woy, gantian di dieu, bujur panas yeuh!!”
Agng  : “MBUNG.”
Adit    : “Ah, gantian, gantian!!”
Ikiw    : “Ih, burukeun atuh ih!”
Nynya: “Waktu nih, waktu.”
Dama  : (mengalah sambil mencucurkan air mata) “Ya udah, Dama aja.”
Agng  : “Aku juga deh, hiks.” Bae ah.. kutemani Dama, sahabat tercinta.
Aci     : “Yak, berganti pemain.”

Angkot meluncur lagi. Kali ini lebih cepat. Menembus angin.
Adit duduk di jok dekat pintu lalu melirik ke belakang. Bukan main puasnya melihat Dama yang nyempil di antara lutut-lutut cewek, Adit tergelak.
Adit      : “Wakakak. Enak ya? Enak?”
Dama   : (menoyor kepala Adit hingga pria cantik itu hampir saja terjengkang)
Sementara Agung bermaksud mengalihkan topik pembicaraan teman-temannya yang tanpa arah.
Agng  : “Urang mah nya, make sapedah roda tilu tijungkir coba, sorosod tina pudunan, aduh eta mah urang. Eurgh!!”
Fitri    : “Karunya teuing!”
Pika    : “Ah ente mah. Sapedah. Roda tilu deuih.”
Agng  : “So what?” Ayey! Pada ngarespon.
Pika    : “Naik Mercy atuh nu rada elit!”
Emha  : “Aku juga pernah jatoh naek sepeda.”
Pika    : “Wah?”
Emha  : “Iya tau, ih, waktu itu yah—”
Dan pembicaraan sesi kali ini adalah mengenai : SEPEDA. Agung berhasil memperkeruh keadaan. Kedaan yang semula kacau menjadi semakin kacau.
Agng  : (mengendus) “Asa bau bangke.”
Aci     : “Ih bukan aku, Agung! Ih kamu mah!!” Masa iya, bau bangke? Periksa ketek ah ntar di rumah.
Sesampainya di pasar Cipanas.
Adit    : “Anjrit, PANAS!”
Nya2   : “MasyaAllah, panasnyaaaa!!”
Puspa : “Huh.. Panas!”
Aci      : “Panas.. panas… Gusti Nu Agung.”
Pika    : “Hareudang,”
Agng  : “Brrr… Tiris!” = ini orang sarap.
Ua       : “Inilah Cipanas sesungguhnya!”
Emha  : “Bentar lagi da, di atas mah nggak akan panas.”

hai, kami kepanasan sebenarnya!!
Hal yang kami benci : Macet.
Dalam deru kemacetan itu, angkot melaju perlahan saja. Mengingat kol buntung di depan juga tidak maju-maju. Akh, macet!! Panas! Eungap! Hadohh… Tolong!
Adit, Agung, Damma, Makdum, dan Ida memilih jalan kaki menyusuri trotoar pasar daripada harus berjejal dalam kesesakan. Difoto di belakang truk bulog ah. Katro.

(abang-abang tukang beras) : turis dari mana sih?

tolongg... ada om-om anak kesasar!!
aku  pengen bunuh diri : kelindes angkot kuning

Hal yang kami suka : Sampai di tempat tujuan dengan tidak terduga!
Emha   : “Horeee……. Nyampe!”
Sopir    : “Barang-barang mah simpen aja dulu di sini.”
Asterv  : “Oke, Mang!”
Villa itu tampak asri dengan pohon-pohon yang memayungi halamannya. Kami keluar dari angkot dan merasakan angin semilir menerpa kulit. Sejuk dan segar. Cempreng suara anak kecil meningkahi suara camar yang berterbangan. Dua pria setengah baya membukakan pintu gerbang. Lalu mempersilahkan kami masuk. Sementara anak kecil tadi berlari-lari dari depan pintu, menjemput Emha yang siap memeluknya. Oh ya, kenalkan! Ini sepupunya Emha. Sok tau banget.

(fitri) : biasanya yang paling depan = paling cantik :P

Setelah sekian menit berfoto-foto di atas anak tangga di halaman belakang, kami masuk ke ruangan dapur. Memijakkan telapak kaki pada ubin yang bukan main dinginnya. Oh, kaki kami keram!
Di tengah kekeraman kaki seperti itu, kami siap memasak. Haik. Mungkin Pika kabur ke lantai atas karena takut ditodong coet sama mutu.

Di lantai atas :
Atiw     : “Eh si Nono tuh, Nono sama Jeje.”
Asterv  : “Mana-mana?” (ngintip dari pintu depan)
Au        : “Psst.. diem! Pengisi suara nih, kata si Nono hati-hati ya.”
Atiw     : “Kata si Jeje aku pulang dulu ya, cantik! Bye! Hahaha.”
Nono   : (sadar kalau di belakangnya ada makhluk-makhluk tidak waras sedang mengawasi) “Ih kalian mah.”
Atiw     : “Ehm, suit-suit.”
Ketika datang Ojan dan Nisa juga begitu. Kami keluar pintu dan bersiul-siul heboh. Ujung-ujungnya kami lupa mengambil jepretan momen menggelikan itu. Padahal bagus tuh kalo di foto lagi berduaan gitu, terus kita tempel di mading kelas deh. Eh, ampun.

Kalian ini! Masa barongsai-barongsaian pake selimut?

ini namanya siluman curut, bukan barongsai!

Pikeu pegang gitar dan ngajak nyanyi bareng-bareng. Asik.
Kau datang di saatku membutuhkanmu.
Dari masalah hidupku bersamanya…
Semakin…

Di lantai bawah alias dapur :
Berikut akan kami dikte dulu siapa saja yang sedang memasak..
1. Mutiara. Calon ibu rumah tangga yang cerdas dalam urusan dapur.
2. Muthia. Aku senang sekali membantu calon ibu rumah tangga.
3. Fitri. Memasak itu hobiku loh! Tidak memasak adalah dosa besar.
4. Nisa. Ah bayangin aja lagi masak buat suamiku Ojan. Pasti masakannya enak.
5. Nyanya. Oh, apa kata Kabayan kalo Nyi Iteung kaga bisa masak!
6. Kani. Sebenernya pengen ikut, hm gimana ya? Ah mesekan bawang ah.
7. Adit. Ini cowok atau cewek si? Kok di dapur?
 
Hal yang paling menggemaskan bagi kami : Masakan Siap.
Kami yang mencium aroma daging segar dan harum ikan teri segera saja berderap menuju lantai bawah.
Ida      : “Asik-asik!!”
Ua       : “Sambalnya belom. Siapa yang bisa ngarendos??”
Pika    : (dengan penuh percaya diri) “Aku. Aku!”
Kami menghargai keinginan Pika untuk membantu. Yak, walaupun kami belum bisa menjamin apakah sambal itu nantinya berasa kayak sambal atau malah kayak bajigur campur duren atau malah nggak ada rasanya? Ah entahlah.
Kani    : “Baca do’a sebelum makan. Mulai!”
Asterv: (dengan nasi liwet yang sudah di mulut) Bismillahirahmanirahim..
Agng  : “Dagingna atuh urang dagingna, can kabagean.”
Mdum: “Taaaah!”
Agng  : “Sambelna saeutik, ah, kurupuk-kurupuk! Eh euweuh, nya?”
Ida      : “Ari maneh, riweuh.”

Di suatu waktu.. ketika tangan kami sibuk men-supply perut.
Nynya: “Tumben diem? Ketahuan nih, pada laper.”
Puspa : “Hehehe. Nyanya tau aja.”
Pika    : “Eniwei… Enak, ya, sambelnya?”
Mdum: “Hoekk.”
Pika    : “Hh?”
Mdum: (mencuil sambal-nya puspa) “Henteu ketang, bohong.”
Puspa : “Ih, Makdum! Jangan di abisin, ih!”
Agng  : “Heu-euh tah si Makdum, sambel urang ge beak.”
Ida      : “Heh, tamu kuduna sopan!”
Mdum: (nyengir) “Taun baruan yuk, ah, di sini!”
Ua       : “Mending di Surabaya.”
Nynya: “Ah kejauhan.”

 ini cewek semua...... take me out.. take me out!! :D

(adit) : coba-coba membaui daun kali aja keracunan

(makdum) : akhhh, tolong... kepala saya kejedot!
ASTERIVIUS = anak sepuluh tujuh energic activ creativ religius..

Setelah itu diadakan kuis JURNI sebagai penutup acara. Dimana setiap orang harus :
1)      Jujur
2)      Berani
3)      Amanah
Wow.. Surprised! Rupanya kekonyolan itu tidak akan kami utarakan disini, mengingat syarat ketiga diatas.
Pulangnya seperti biasa : pasedek-sedek!

PS1:
Bagi yang nggak sempat ikut.. mungkin bertanya-tanya seperti apa acaranya. Kalian bisa baca semuanya disini atau di blog Kartini Fuji Astuti. Namun perlu diingat, benar atau tidaknya dialog antar tokoh bukan tanggung jawab penulis tanggung sendiri!!

PS2:
Holiday yang begitu berkesan! Dan insyaAllah membuat Asterivius semakin dekat, kompak, langgeng, berakhlakul-karimah, sakinah mawadah warohmah….. ahahahhh ngaco dah!!
JAGA PERSAHABATAN KITA, YA, TEMAN-TEMAN! SEMOGA ASTERIVIUS BISA TETEP KOMPAK UNTUK KEDEPAN! JANGAN BUANG SAMPAH SEMBARANGAN!!! INI GIMANA CARA MATIIN CAPSLOCKNYA?!

Kamis, 12 November 2009

NOVEMBER HAPPINESS, Aku Kenyang!!

posted by: kafast

Sejarah palsu lagi nih, kawan! Palsu dalam artian nggak lepas dari kisah asli ya.
Rolling time?

Detik-detik proklamasi… Ralat, detik-detik menjelang outbond. Hiahaha. Outbond tereh euy! (Pasti tuh ceuk si Alay)

“AAAAADDDIIIIIIIIIIIIIIIIIIIITTT???!!!” teriak Asterivius histeris kala mendapati sebuah mangkuk besar sudah tertelungkup parah dan lalap_hejo melumur amburadul di dekat kaki sialan Sang Pembuat Onar (mangkok ato panci si? teuing ah, ceuk urang mah baskom da! heu.. kumaha dinya we :p)

Adit dengan tatapan bloon-bloon bersalah mengerutkan kening, diam tanpa kata dan berdiri dengan kaki sebelah menjijit dan sebelah lagi terbang di udara, takut kalau-kalau ia tergelincir saat sebelah kakinya mendarat, takut kalau-kalau setelah aksi gelinciran itu ia akan mati. Hiiiiii.

Detik berikutnya autis Adit mulai akut. (Anjrit, belegug!) Gimana nggak? Bukannya ngebantuin anak-anaknya, ciaaahhh anak-anak! Haha. Papa Adit malah sibuk lempar batu sembunyi tangan, nyalahin Mama Nyanya. Padahal kan yang salah Adit. Merdeka!!

Awan kelabu berarak lambat di ujung tiang Merah-Putih yang menusuk pedih perut langit, berarak lambat di atas bangunan tua yang tertancap kokoh di atas luasnya hamparan tanah sekolah, menandakan hari itu memang terbilang petang. Terdengar decitan pintu kelas tetangga yang kemudian dikunci rapat school guard. Yang menyadari hal ini hanyalah mereka-mereka yang hilang kemana entah.

“Mungkin meeting dengan tempat tidurnya,” ujar Diar, kebisuan itu terpecah. (SIATEH mawa-mawa ngaran urang?)

“Ha? Bagaimana dengan kekotoran ini? Harus dibersihkan secepatnya jika ingin bersih,” (Retno, Indonesianya santai aja kali, No! Ya iyelah musti dibersiin. Cari lap, cari lapp!)

Karena Asterivius CERDAS, mereka pun lekas memanggil psikiater, eh salah… memanggil ahli kebersihan dan tata ruang lingkungan hidup, bukan pakar peletmatika!

Terlihat dari tepi koridor, dua orang pria gepeng tengah menjajari langkah dengan tergesa saat diteriakki _ada sisa nasi liwet cenah, Mang!_ Beuh karena alasan itu keduanya jadi siga diberik anying. Finally dengan bantuan mereka yang tak jelas siapa namanya itu, pekerjaan sial membersihkan kelas pun usai. “Alhamdulillah, Gusti Nu Agung!” Uyud said.

Asterivius kemudian berjalan gontai menuju Kopem. Alah, kopem. Tiada Andi gening. Ya baguslah dengan BABAHUNGGA tanpa Andi itu Asterivius segera saja mengembalikkan senjata dapur sabangsa mangkok, sendok, katrol, gegeberan, termos, kompor gas, kulkass tanpa aral rintangan (oooyy…. komplit teuing ai nyaneh/maap-maap di Ciherang memang complicated ;]) “Yah, pokoknya mah yah Asterivius teh bukan kapaksa tateh jalan kaki ka Kopem ngembaliin barang beringasnya pemilik kantiiiin teh, tapi memang mengembalikan itu tugas kita yang yang meminjam”

Usai gila2an di Retno’s Birthday Party, Asterivius pun pulang sentosa membawa kenangan indah yang akan mereka rajut di hari berikutnya. Tiada lain tiada bukan adalah hari esok. Yak, mereka tunggu hari esok yang mungkin akan lebih pantas untuk mereka jadikan momentum kekompakkan Sepuluh Tujuh. Hari esok yang lebih pantas untuk mereka tulis dalam buku sejarah mereka^_^V

Some days after tomorrow…

Bukan dugaan, tapi memang sungguh benar banyak yang berbahagia di bulan November. Seenggaknya Asterivius merasakan kebahagiaan itu di sini, di X7’s room. Kalo ultahnya Ida akan lebih baik tidak diceritakan. Hehe. Peace!

“HAPPY BIRTHDAAAAAAY KANIIIIIIIIII,” sahutku terpekik di hadapannya bagai kejatuhan kipas angin ketika meremas kedua bahu Nenekku, Kani Satsuki.

“As… Astagfirullah.. Astagfirullahaladzim,” geramnya panik. Bola mata yang nyaris saja keluar dari kelopaknya ini membuat kedua tangan Kani tertungkup di wajahnya. (haha.. matanya Mama Nyanya toh yang serem, aku si biasa aja!)

“KARTINI!!” sentaknya kemudian.

Aku nyengir lebar tiada tega melihat respon Kani. Ia menjitak kepalaku tanpa ampun.

ADAAWWW KANI, maap!

Kubu asterivius ricuh tak menentu disusul lagu jepang yang hingar bingar di setiap pasang telinga mereka. Ada yang biasa ngorek computer, ada yang biasa alay ngorek remote, ada yang menjajakan jajanan berupa malkist, cookies dan susu beragam rasa. Huaaaahhhh jajanan favorit ungkul. Asiiiik!

“Mi, mi, mi, mi, mi, tissue-na atuh Mi, ih! Hiji. loba-loba teuing?”

“Iyaa…. Iya… bentar, sabar kenapa si?”

“Ammiiiii…. Kembaliannya dooonggg!”

“Bentar… bentar,”

“Bonusna mana, Mi? Urang geus meuli tilu yeuh.”

“Ha?!”

Ckckck…

Memang geli bukan main melayani pembeli gila. Nah, penjual gilanya dateng.

Salma menatap kantong plastik yang diasongkannya itu, minat tak berminat. Melepaskan kacamata lalu mengaitkannya di saku seragam. Memicingkan kedua matanya, seolah ingin melihat dengan jelas isi plastik2 itu.

Andi memasang senyum konyol paling manisnya. “Susu yang mana, geulis? Stroberi, Vanila, Coklat, Melon?”

“Yang melon warna apa?” tanyanya lambat-lambat.

(Hejo atuh, Ocil!) Tanpa munjukkan kekesalannya, Andi mengangkat kedua sudut bibirnya yang tersungging merekah.“Melon, warna merah,”

“Merah ya.. Eh kok merah sihh? Ijo kali,”

“Melon Buruk ini mah, Neng!”

Begitulah sampai jam pelajaran berganti.

Di jam kebebasan..

“Malkist siapa mau? Malkist siapa mau? Aku traktir!” tanya Kani sumringah sambil berjingkrak-jingkrak lalu meneguk fresh tea, melenyapkan dahaganya.

“MAAAAAAAUUUUUUUUU!!!” Sontak suara kompak itu menggempakan ruangan kelas. Disusul dengungan yang teredam antrean acak mengelilingi kursi Rahmi.

Salah satu dari mereka enggan berkerumun, menatap sedih perutnya yang mengeras dan padat. “Wareg euy. Hanyakal meuli tilu tadi…”

To be continued. Wait us @OutBond season. Ada sesi ultah Au-nya juga lho;)) Sip, sip, sip! Tunggu ya?!

Posted by : harukichi_98@yahoo.com